Riwayat Nabi Ismail (008)...^^..
Sampai masa Nabi Ibrahim yang berhijrah meninggalkan Mesir
bersama Sarah, isterinya dan Hajar, dayangnya di tempat
tujuannya di Palestin. Ia telah membawa pindah juga semua
binatang ternaknya dan harta miliknya yang telah diperolehinya
dari hasil usaha niaganya di Mesir.
Al Bukhari meriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a. berkata,
" Pertama-tama yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar
ibu Nabi Ismail tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari
Siti Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim a.s.
tetapi belum juga hamil".
Tetapi walaubagaimanapun juga akhirnya terbukalah rahsia yang
disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail a.s. Dan sebagai
lazimnya seorang isteri, iaitu Siti Sarah merasa telah
dikalahkan oleh Siti Hajar sebagai seorang dayangnya yang
diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s.
Dan sejak itulah Siti Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim a.s.
lebih banyak mendekati Hajar karena merasa sangat gembira
dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang
menyebabkan permulaan ada keretakan dalam rumahtangga Nabi
Ibrahim a.s. sehingga Siti Sarah merasa tidak tahan hati jika
melihat Siti Hajar.
Siti Sarah meminta pada Nabi Ibrahim a.s. supaya menjauhkannya
dari matanya dan menempatkannya di lain tempat. Untuk sesuatu
hikmah yang belum diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim.
Allah s.w.t. mewahyukan kepadanya agar keinginan dan
permintaan Sarah, isterinya dipenuhi dan dijauhkanlah Ismail
bersama Hajar ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang
ia harus tuju dan di mana Ismail puteranya bersama ibunya akan
di tempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.
Maka dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim
meninggalkan rumah membawa Hajar dan Ismail yang diboncengkan
di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia hanya
berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada
binatang tunggangannya.
Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah yang
berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir
dan padang terbuka di mana terik matahari dengan pedihnya
menyengat tubuh dan angin yang kencang menghembur-hamburkan
debu-debu pasir.
* Ismail dan Ibunya Hajar Ditinggalkan di Makkah. *
Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang
memenatkan tibalah pada akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail
dan ibunya di Makkah kota suci dimana Kaabah didirikan dan
menjadi pujaan manusia dari seluruh dunia.
Di tempat di mana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah
unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan disitulah ia
meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya dibekali
dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan
sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang
terlihat hanyalah batu dan pasir kering.
Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan
oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih
kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali
batu gunung dan pasir.
Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi
Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan
seorang diri di tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia,
tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air
mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak
yang kecil yang masih menyusu.
Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tergamak
meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama puteranya
yang sangat disayangi akan tetapi ia sedar bahwa apa yang
dilakukannya itu adalah kehendak Allah s.w.t. yang tentu
mengandungi hikmat yang masih terselubung baginya dan ia sedar
pula bahawa Allah akan melindungi Ismail dan ibunya dalam
tempat pengasingan itu dan segala kesukaran dan penderitaan.
Ia berkata kepada Hajar, " Bertawakkallah kepada Allah yang
telah menentukan kehendakNya, percayalah kepada kekuasaanNya
dan rahmatNya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini
dan Dialah yang akan melindungimu dan menyertaimu di tempat
yang sunyi ini.
Sesungguhnya kalau bukan perintah dan wahyu, tidak sesekali
aku tergamak meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama
puteraku yang sangat ku cintai ini. Percayalah wahai Hajar
bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua
tanpa perlindunganNya. Rahmat dan barakahNya akan tetap turun
di atas kamu untuk selamanya, insyaAllah."
Mendengar kata-kata Ibrahim itu segeralah Hajar melepaskan
genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah beliau
menunggang untanya kembali ke Palestin dengan iringan air
mata yang bercurahan membasahi tubuh Ismail yang sedang
menetak.
Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya ketika
ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju
kembali ke Palestin di mana isterinya Sarah dengan puteranya
yang kedua Ishak sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama
dalam perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan,
rahmat dan barakah serta kurniaan rezeki bagi putera dan
ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu.
Ia berkata dalam doanya, " Wahai Tuhanku ! Aku telah tempatkan
puteraku dan anak-anak keturunannya di dekat rumahMu
{ Baitullahil Haram } di lembah yang sunyi dari tanaman dan
manusia agar mereka mendirikan solat dan beribadat kepadaMu.
Jadikanlah hati sebahagian manusia cenderung kepada mereka dan
berilah mereka rezeki dari buah-buahan yang lazat, mudah-
mudahan mereka bersyukur kepadaMu."
* Mata Air Zamzam. *
Sepeninggal Nabi Ibrahim tinggallah Hajar dan puteranya
di tempat yang terpencil dan sunyi itu. Ia harus menerima
nasib yang telah ditakdirkan oleh Allah atas dirinya dengan
kesabaran dan keyakinan penuh akan perlindunganNya. Bekalan
makanan dan minuman yang dibawanya dalam perjalanan pada
akhirnya habis dimakan selama beberapa hari sepeninggalan Nabi
Ibrahim.
Maka mulailah terasa oleh Hajar beratnya beban hidup yang
harus ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ia masih
harus meneteki anaknya, namun air teteknya makin lama makin
mengering disebabkan kekurangan makan. Anak yang tidak dapat
minuman yang memuaskan dari tetek ibunya mulai menjadi cerewet
dan tidak henti-hentinya menangis.
Ibunya menjadi panik, bingung dan cemas mendengar tangisan
anaknya yang sangat menyayat hati itu. Ia menoleh ke kanan dan
ke kiri serta lari ke sana ke sini mencari sesuap makanan atau
seteguk air yang dapat meringankan kelaparannya dan meredakan
tangisan anaknya, namun sia-sialah usahanya.
Ia pergi berlari harwalah menuju bukit Shafa kalau-kalau ia
boleh mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya tetapi hanya
batu dan pasir yang didapatnya disitu, kemudian dari bukit
Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit
Marwah dan larilah ia berharwahlah ke tempat itu namun
ternyata bahawa yang disangkanya air adalah fatamorangana
{bayangan} belaka dan kembalilah ke bukit Shafa karena
mendengar seakan-akan ada suara yang memanggilnya tetapi gagal
dan melesetlah dugaannya.
Demikianlah maka karena dorongan hajat hidupnya dan hidup
anaknya yang sangat disayangi, Hajar mundar-mundir berlari
sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah yang pada
akhirnya ia duduk termenung merasa penat dan hampir berputus
asa.
Diriwayatkan bahawa selagi Hajar berada dalam keadaan tidak
berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari rahmat Allah dan
pertolonganNya. Datanglah kepadanya malaikat Jibril bertanya,
" Siapakah sebenarnya engkau ini ?" " Aku adalah hamba sahaya
Ibrahim". Jawab Hajar. " Kepada siapa engkau dititipkan
di sini ?" Tanya Jibril. " Hanya kepada Allah", jawab Hajar.
Lalu berkata Jibril,
" Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat Yang
Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih, yang akan melindungimu,
mencukupi keperluan hidupmu dan tidak akan mensia-siakan
kepercayaan ayah puteramu kepadaNya."
Kemudian diajaklah Hajar mengikutinya pergi ke suatu tempat
di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di atas
tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air
yang jernih dengan kuasa Allah. Itulah dia mata air Zamzam
yang sehingga kini dianggap keramat oleh jemaah haji,
berdesakan sekelilingnya bagi mendapatkan setitik atau seteguk
air daripadanya dan kerana sejarahnya mata air itu disebut
orang " Injakan Jibril".
Alangkah gembiranya dan lega dada Hajar melihat air yang
mancur itu. Segera ia membasahi bibir puteranya dengan air
keramat itu dan segera pula terlihat wajah puteranya segar
kembali, demikian pula wajah si ibu yang merasa sangat bahagia
dengan datangnya mukjizat dari sisi Tuhan yang mengembalikan
kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya sesudah
dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam
dada.
Mancurnya air Zamzam telah menarik burung-burung berterbangan
mengelilingi daerah itu menarik pula perhatian sekelompok
bangsa Arab dari suku Jurhum yang merantau dan sedang
berkhemah di sekitar Makkah.
Mereka mengetahui dari pengalaman bahwa di mana ada terlihat
burung di udara, nescaya dibawahnya terdapat air, maka
diutuslah oleh mereka beberapa orang untuk memeriksa kebenaran
teori ini. Para pemeriksa itu pergi mengunjungi daerah di mana
Hajar berada, kemudian kembali membawa berita gembira kepada
kaumnya tentang mata air Zamzam dan keadaan Hajar bersama
puteranya.
Segera sekelompok suku Jurhum itu memindahkan perkhemahannya
ke tempat sekitar Zamzam, dimana kedatangan mereka disambut
dengan gembira oleh Hajar karena adanya sekelompok suku Jurhum
di sekitarnya, ia memperolehi jiran-jiran yang akan
menghilangkan kesunyian dan kesepian yang selama ini dirasakan
di dalam hidupnya berduaan dengan puteranya saja.
Hajar bersyukur kepada Allah yang dengan rahmatnya telah
membuka hati orang-orang itu cenderung datang meramaikan dan
memecahkan kesunyian lembah di mana ia ditinggalkan sendirian
oleh Ibrahim.
* Nabi Ismail Sebagai Qurban. *
Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk
mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi
menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia
sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila
mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang
ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota
dan pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s.
mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya.
Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara
turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam
mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim.
Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat
yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang
putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan
didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana
jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang
putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung
kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban
dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama
yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para
pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala
perintahNya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas
cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain.
Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui
mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan
perintah itu. Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi
Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud,
" Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia
mengamanatkan risalahnya." Nabi Ibrahim tidak membuang masa
lagi, berazam {niat} tetap akan menyembelih Nabi Ismail
puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang
telah diterimanya.
Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah
untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah
perintahkan.
Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada
Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh
ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan
berfikir panjang berkata kepada ayahnya,
" Wahai ayahku ! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan
oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insyaAllah sebagai
seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya
meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah
mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga
menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya
tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya
pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya,
Ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan
penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku,
keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku
berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya
dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya
dari putera tunggalnya."
Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi
Ibrahim seraya berkata, " Bahagialah aku mempunyai seorang
putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang
dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan
perintah Allah."
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua
tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu
diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil
memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang
tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya
ke parang yang mengilap di tangannya,
Seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat
pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan
kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya
dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi
Ismail dan penyembelihan di lakukan.
Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu
ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang
menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu
ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana
cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah
lulus dalam ujian yang sangat berat itu.
Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan
pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah
Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau
bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan
kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk
dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa
parang itu tidak lut memotong lehernya,
Berkatalah ia kepada ayahnya, " Wahai ayahku ! Rupa-rupanya
engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat
wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu
tanpa melihat wajahku."
Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan
setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah
ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam
usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim
wahyu Allah dengan firmannya,
" Wahai Ibrahim ! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu,
demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat
kebajikkan." Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah
diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih
seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera
dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang
tumpul di leher puteranya Ismail itu.
Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh
umat Islam pada tiap hari raya Aidiladha di seluruh pelosok
dunia.
Sampai masa Nabi Ibrahim yang berhijrah meninggalkan Mesir
bersama Sarah, isterinya dan Hajar, dayangnya di tempat
tujuannya di Palestin. Ia telah membawa pindah juga semua
binatang ternaknya dan harta miliknya yang telah diperolehinya
dari hasil usaha niaganya di Mesir.
Al Bukhari meriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a. berkata,
" Pertama-tama yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar
ibu Nabi Ismail tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari
Siti Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim a.s.
tetapi belum juga hamil".
Tetapi walaubagaimanapun juga akhirnya terbukalah rahsia yang
disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail a.s. Dan sebagai
lazimnya seorang isteri, iaitu Siti Sarah merasa telah
dikalahkan oleh Siti Hajar sebagai seorang dayangnya yang
diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s.
Dan sejak itulah Siti Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim a.s.
lebih banyak mendekati Hajar karena merasa sangat gembira
dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang
menyebabkan permulaan ada keretakan dalam rumahtangga Nabi
Ibrahim a.s. sehingga Siti Sarah merasa tidak tahan hati jika
melihat Siti Hajar.
Siti Sarah meminta pada Nabi Ibrahim a.s. supaya menjauhkannya
dari matanya dan menempatkannya di lain tempat. Untuk sesuatu
hikmah yang belum diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim.
Allah s.w.t. mewahyukan kepadanya agar keinginan dan
permintaan Sarah, isterinya dipenuhi dan dijauhkanlah Ismail
bersama Hajar ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang
ia harus tuju dan di mana Ismail puteranya bersama ibunya akan
di tempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.
Maka dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim
meninggalkan rumah membawa Hajar dan Ismail yang diboncengkan
di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia hanya
berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada
binatang tunggangannya.
Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah yang
berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir
dan padang terbuka di mana terik matahari dengan pedihnya
menyengat tubuh dan angin yang kencang menghembur-hamburkan
debu-debu pasir.
* Ismail dan Ibunya Hajar Ditinggalkan di Makkah. *
Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang
memenatkan tibalah pada akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail
dan ibunya di Makkah kota suci dimana Kaabah didirikan dan
menjadi pujaan manusia dari seluruh dunia.
Di tempat di mana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah
unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan disitulah ia
meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya dibekali
dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan
sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang
terlihat hanyalah batu dan pasir kering.
Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan
oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih
kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali
batu gunung dan pasir.
Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi
Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan
seorang diri di tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia,
tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air
mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak
yang kecil yang masih menyusu.
Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tergamak
meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama puteranya
yang sangat disayangi akan tetapi ia sedar bahwa apa yang
dilakukannya itu adalah kehendak Allah s.w.t. yang tentu
mengandungi hikmat yang masih terselubung baginya dan ia sedar
pula bahawa Allah akan melindungi Ismail dan ibunya dalam
tempat pengasingan itu dan segala kesukaran dan penderitaan.
Ia berkata kepada Hajar, " Bertawakkallah kepada Allah yang
telah menentukan kehendakNya, percayalah kepada kekuasaanNya
dan rahmatNya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini
dan Dialah yang akan melindungimu dan menyertaimu di tempat
yang sunyi ini.
Sesungguhnya kalau bukan perintah dan wahyu, tidak sesekali
aku tergamak meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama
puteraku yang sangat ku cintai ini. Percayalah wahai Hajar
bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua
tanpa perlindunganNya. Rahmat dan barakahNya akan tetap turun
di atas kamu untuk selamanya, insyaAllah."
Mendengar kata-kata Ibrahim itu segeralah Hajar melepaskan
genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah beliau
menunggang untanya kembali ke Palestin dengan iringan air
mata yang bercurahan membasahi tubuh Ismail yang sedang
menetak.
Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya ketika
ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju
kembali ke Palestin di mana isterinya Sarah dengan puteranya
yang kedua Ishak sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama
dalam perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan,
rahmat dan barakah serta kurniaan rezeki bagi putera dan
ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu.
Ia berkata dalam doanya, " Wahai Tuhanku ! Aku telah tempatkan
puteraku dan anak-anak keturunannya di dekat rumahMu
{ Baitullahil Haram } di lembah yang sunyi dari tanaman dan
manusia agar mereka mendirikan solat dan beribadat kepadaMu.
Jadikanlah hati sebahagian manusia cenderung kepada mereka dan
berilah mereka rezeki dari buah-buahan yang lazat, mudah-
mudahan mereka bersyukur kepadaMu."
* Mata Air Zamzam. *
Sepeninggal Nabi Ibrahim tinggallah Hajar dan puteranya
di tempat yang terpencil dan sunyi itu. Ia harus menerima
nasib yang telah ditakdirkan oleh Allah atas dirinya dengan
kesabaran dan keyakinan penuh akan perlindunganNya. Bekalan
makanan dan minuman yang dibawanya dalam perjalanan pada
akhirnya habis dimakan selama beberapa hari sepeninggalan Nabi
Ibrahim.
Maka mulailah terasa oleh Hajar beratnya beban hidup yang
harus ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ia masih
harus meneteki anaknya, namun air teteknya makin lama makin
mengering disebabkan kekurangan makan. Anak yang tidak dapat
minuman yang memuaskan dari tetek ibunya mulai menjadi cerewet
dan tidak henti-hentinya menangis.
Ibunya menjadi panik, bingung dan cemas mendengar tangisan
anaknya yang sangat menyayat hati itu. Ia menoleh ke kanan dan
ke kiri serta lari ke sana ke sini mencari sesuap makanan atau
seteguk air yang dapat meringankan kelaparannya dan meredakan
tangisan anaknya, namun sia-sialah usahanya.
Ia pergi berlari harwalah menuju bukit Shafa kalau-kalau ia
boleh mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya tetapi hanya
batu dan pasir yang didapatnya disitu, kemudian dari bukit
Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit
Marwah dan larilah ia berharwahlah ke tempat itu namun
ternyata bahawa yang disangkanya air adalah fatamorangana
{bayangan} belaka dan kembalilah ke bukit Shafa karena
mendengar seakan-akan ada suara yang memanggilnya tetapi gagal
dan melesetlah dugaannya.
Demikianlah maka karena dorongan hajat hidupnya dan hidup
anaknya yang sangat disayangi, Hajar mundar-mundir berlari
sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah yang pada
akhirnya ia duduk termenung merasa penat dan hampir berputus
asa.
Diriwayatkan bahawa selagi Hajar berada dalam keadaan tidak
berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari rahmat Allah dan
pertolonganNya. Datanglah kepadanya malaikat Jibril bertanya,
" Siapakah sebenarnya engkau ini ?" " Aku adalah hamba sahaya
Ibrahim". Jawab Hajar. " Kepada siapa engkau dititipkan
di sini ?" Tanya Jibril. " Hanya kepada Allah", jawab Hajar.
Lalu berkata Jibril,
" Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat Yang
Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih, yang akan melindungimu,
mencukupi keperluan hidupmu dan tidak akan mensia-siakan
kepercayaan ayah puteramu kepadaNya."
Kemudian diajaklah Hajar mengikutinya pergi ke suatu tempat
di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di atas
tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air
yang jernih dengan kuasa Allah. Itulah dia mata air Zamzam
yang sehingga kini dianggap keramat oleh jemaah haji,
berdesakan sekelilingnya bagi mendapatkan setitik atau seteguk
air daripadanya dan kerana sejarahnya mata air itu disebut
orang " Injakan Jibril".
Alangkah gembiranya dan lega dada Hajar melihat air yang
mancur itu. Segera ia membasahi bibir puteranya dengan air
keramat itu dan segera pula terlihat wajah puteranya segar
kembali, demikian pula wajah si ibu yang merasa sangat bahagia
dengan datangnya mukjizat dari sisi Tuhan yang mengembalikan
kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya sesudah
dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam
dada.
Mancurnya air Zamzam telah menarik burung-burung berterbangan
mengelilingi daerah itu menarik pula perhatian sekelompok
bangsa Arab dari suku Jurhum yang merantau dan sedang
berkhemah di sekitar Makkah.
Mereka mengetahui dari pengalaman bahwa di mana ada terlihat
burung di udara, nescaya dibawahnya terdapat air, maka
diutuslah oleh mereka beberapa orang untuk memeriksa kebenaran
teori ini. Para pemeriksa itu pergi mengunjungi daerah di mana
Hajar berada, kemudian kembali membawa berita gembira kepada
kaumnya tentang mata air Zamzam dan keadaan Hajar bersama
puteranya.
Segera sekelompok suku Jurhum itu memindahkan perkhemahannya
ke tempat sekitar Zamzam, dimana kedatangan mereka disambut
dengan gembira oleh Hajar karena adanya sekelompok suku Jurhum
di sekitarnya, ia memperolehi jiran-jiran yang akan
menghilangkan kesunyian dan kesepian yang selama ini dirasakan
di dalam hidupnya berduaan dengan puteranya saja.
Hajar bersyukur kepada Allah yang dengan rahmatnya telah
membuka hati orang-orang itu cenderung datang meramaikan dan
memecahkan kesunyian lembah di mana ia ditinggalkan sendirian
oleh Ibrahim.
* Nabi Ismail Sebagai Qurban. *
Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk
mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi
menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia
sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila
mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang
ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota
dan pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s.
mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya.
Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara
turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam
mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim.
Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat
yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang
putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan
didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana
jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang
putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung
kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban
dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama
yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para
pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala
perintahNya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas
cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain.
Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui
mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan
perintah itu. Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi
Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud,
" Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia
mengamanatkan risalahnya." Nabi Ibrahim tidak membuang masa
lagi, berazam {niat} tetap akan menyembelih Nabi Ismail
puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang
telah diterimanya.
Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah
untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah
perintahkan.
Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada
Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh
ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan
berfikir panjang berkata kepada ayahnya,
" Wahai ayahku ! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan
oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insyaAllah sebagai
seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya
meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah
mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga
menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya
tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya
pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya,
Ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan
penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku,
keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku
berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya
dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya
dari putera tunggalnya."
Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi
Ibrahim seraya berkata, " Bahagialah aku mempunyai seorang
putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang
dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan
perintah Allah."
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua
tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu
diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil
memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang
tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya
ke parang yang mengilap di tangannya,
Seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat
pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan
kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya
dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi
Ismail dan penyembelihan di lakukan.
Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu
ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang
menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu
ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana
cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah
lulus dalam ujian yang sangat berat itu.
Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan
pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah
Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau
bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan
kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk
dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa
parang itu tidak lut memotong lehernya,
Berkatalah ia kepada ayahnya, " Wahai ayahku ! Rupa-rupanya
engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat
wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu
tanpa melihat wajahku."
Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan
setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah
ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam
usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim
wahyu Allah dengan firmannya,
" Wahai Ibrahim ! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu,
demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat
kebajikkan." Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah
diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih
seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera
dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang
tumpul di leher puteranya Ismail itu.
Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh
umat Islam pada tiap hari raya Aidiladha di seluruh pelosok
dunia.
posted from Bloggeroid
No comments:
Post a Comment